Sabtu, 29 November 2014

Xcerpen orang baru



Orang baru
 Sudah dua minggu ini para pedagang pakaian bekas di pasar mandai diresahkan oleh ulah salah seorang pendatang baru. Bagaimana tidak, jadwal berjualan yang sesuai peraturan pengelola itu hanya sampai pukul tiga sore, dilanggar dengan sadar oleh ibu murni si ‘orang baru’ ini, begitulah mereka menyebutnya. ‘orang baru’ ini terkadang masih menggelar dagangannya hingga matahari di jemput sang malam. Hal ini kemudian menjadi pergunjingan ibu-ibu sesama pedagang.
eh, bu teta. Sudah dengar nda kalau si ‘orang baru’ itu masih jualan sampe malam”, bu susi memulai dialog.
oh, ’si orang baru’ itu. Iya, aku dengar dari mas penjual celana renang di blok c itu katanya dagangnya sampe malam loh. Ngeselin yah ?”, ibu ratna datang menimpali.
“bener-bener itu orang, nggak tau malu. Udah jelas dikasitau kalau jualan disini itu hanya sampe jam tiga”, bu teta memberi komentar.
“kalo begini terus, aku jadi was-was sama dagangan aku bu. Takut ada yang hilang “.
“aku juga bu. Udah merasa nda aman simpan dagangan disini”.
            Keresahan ibu-ibu pedagang ini makin menjadi-jadi, takkala ibu susi kehilangan sekarung pakaian bekas miliknya. Seingatnya, ia menaruhnya digudang kios seperti hari-hari biasanya. Tapi ketika mentari menampakkan wajahnya dan ibu susi merapikan dagangannya, ia terkejut ketika sekarung pakaiannya yang diberi kode ‘2’ ini lenyap dari tumpukannya. Seketika, ibu susi teriak memanggil suaminya dan memberitahu kejadian yang tak disangka-sangka. Ini kali pertama ibu susi kehilangan barang dagangannya. Sudah sejak zaman orde baru hingga era pak SBY ia mengais nafkah di pasar ini, tapi baru kali ini terjadi insiden pencurian. Begitupun pedagang lain, mereka juga sama lamanya berdagang dengan ibu susi dan fenomena seperti ini langka terjadi.
            Kabar ini dengan cepatnya menyebar kemana-mana dan dimana-mana. Seperti halnya virus h5n1, setiap pedagang di semua blok telah terjangkiti berita ini kecuali si ‘orang baru’. Bukannya karena si ‘orang baru’ tak peka pada isu-isu terkini yang menyebar di pasar itu, tetapi para pedagang memang kompak untuk merahasiakan berita itu kepadanya, karena mereka menaruh curiga pada ‘si orang baru’.
Tak ada satupun pedagang yang pernah bercengkrama dengannya, bukan hanya karena letak kiosnya yang berada di ujung blok c saja. Sifat pendiam dan jarang bersosialisasi dengan pedagang lain membuatnya begitu misterius.
            Perangainya seperti ibu-ibu lainnya dengan postur gemuk dan pendek. Kulitnya yang sawo matang dengan wajah bulat tak menunjukkan jika ia memiliki ciri yang mencurigakan. Ia mulai terkenal ketika seorang penjual bakso memergokinya masih berjualan ketika jam izin telah lewat. Sejak saat itu, semua pedagang memanggilnya ‘si orang baru’. Yang mengherankan para pedagang, ia dengan berani melanggar peraturan berjualan sampai jam tiga sore. Padahal semua pedagang tahu , betapa ketatnya sang pengelola pasar terhadap aturan yang berlaku. Tak segan sang pengelola mengusir dengan paksa para pedagang yang bandel.
Sepasang suami-istri penjual mainan pernah menjadi korban kebringasan sang pengelola. Ketika itu pasangan penjual mainan ini masih bernegosiasi dengan seorang pelanggan ketika waktu sudah menunjuk lima sore. Paginya, entah dari mana kabar itu sampai di telinga sang pengelola hingga si penjual mainan di usir dengan paksa oleh preman-preman suruhan pengelola di depan sesama pedagang. Semua mata menyaksikan kejadian itu, betapa sang pengelola tak punya belas kasih apalagi kompensasi. 
            Mainan pedagang itu dihambur kemana-mana. Sang istri tak kuasa menahan tangisnya hingga suasana begitu mengharukan. Si suami berkali-kali memohon maaf dengan berlutut memegang kaki sang pengelola. Tapi tak ada yang bisa mengubah pendirian sang pengelola untuk meneruskan niatnya. Tak ada satupun pedagang yang berani menolong, ada yang tertunduk sedang yang lainnya menatap penuh iba.
“ini menjadi pelajaran bagi kalian semua. Inilah akibatnya bagi yang tak patuh pada aturan”, teriak sang pengelola dengan wajah memerah.
            Sejak saat itu, para pedagang menjadi trauma dan menjadikan kejadian itu sebagai peringatan. Hingga ‘si orang baru’ datang dan mengulang pelanggaran itu. Sebagian pedagang sebenarnya merasa kasihan padanya, jikalau ia akan mengalami nasib yang sama dengan pasangan penjual mainan. Pernah tetangga kiosnya memperingatkan ‘si orang baru’ untuk tidak mengulangi perbuatannya, tetapi ia hanya tersenyum tanpa berucap apapun.Yang lainnya merasa ‘si orang baru’ memperoleh untung yang lebih karena pelanggan yang datang di sore hari cenderung berbondong ke kiosnya.
            Ribut-ribut terdengar dikios bu susi. Ibu-ibu kembali merapat membahas kemalangan sekarung pakaian yang raib entah kemana. Calon pembeli dibiarkan memilah-milah pakaian bekas yang berserakan diatas terpal. Sesekali ada yang bertanya tentang harga celana jeans.
”bu, ini berapa ?”.
“celana cowok 50 ribu, cewek 40 ribu”.
            Para calon pembeli juga tak menghiraukan kasak-kusuk ibu-ibu pedagang. Tua, muda sibuk membongkar pakaian bekas yang menggunung, berharap mendapat pakaian yang pas diantara tumpukan itu. Beberapa pelanggan mengetes  celana di ruang terbuka, yang pastinya tanpa menanggalkan pakaian yang mereka kenakan. Celana training yang bergelantungan  juga menjadi incaran.
“ini nda bisa di biarkan bu susi. Hari ini boleh saja hanya bu susi yang kecurian, besok-besok siapa lagi yang jadi korban”.
“betul itu bu ratna. Kita harus segera ambil tindakan. Jangan sampai ada korban selanjutnya”.
Bu susi hanya terdiam mendengar ocehan teman-temannya. Ia masih menyayangkan pakaian sekarung yang hilang itu.
“bagaimana kalau kita labrak saja ‘si orang baru’ itu ?”, usul bu teta.
“jangan bu teta, kita nda punya hak. Lebih baik kita laporkan ke pengelola biar di usir sekalian dari sini”.
“ah, aku setuju. Biar pengelola yang mengurusnya”, Ibu-ibu itu sepakat jika esok harinya, mereka akan menemui sang pengelola dan melaporkan pelanggaran ‘si orang baru’ itu.  
Paginya mereka sudah berkumpul di rumah sang pengelola. Awalnya, pengelola keheranan dengan kedatangan mendadak para pedagang. Belum pernah sebelumnya ada pedagang yang berkunjung dirumahnya, apalagi di pagi buta seperti ini. Rasa penasaran sang pengelola terjawab setelah mereka mengutarakan maksud kedatangannya untuk melaporkan perbuatan ‘si orang baru’ yang sudah meresahkan para pedagang. Mereka berharap pengelola mengambil tindakan secepatnya.       
“ ini bukan urusan kalian dan kalaupun ada pedagang yang ngeyel, saya pasti tahu. Lebih baik kalian pulang sana. Berjualan saja dipasar, nda usah urusi yang lain”, tegas sang pengelola.
Bukannya mendapat perhatian, mereka malah kena semprot dari sang pengelola. Mereka pulang dengan wajah lesu  tanpa hasil yang diidamkan dan kembali berjualan seperti biasa. Kecurigaan mereka kepada ‘si orang baru’ justru makin menjadi-jadi.
            Seminggu kemudian, bu ratna tak sengaja lewat dan menguping pembicaraan anak buah sang pengelola yang sedang asyik menyantap bakso mengenai ‘si orang baru’ yang ternyata diduga memberikan uang sogokan kepada sang pengelola agar bisa berjualan hingga pukul 6 petang. Cepat-cepat ia menggosipkannya pada ibu-ibu yang lain dan dalam waktu singkat, berita ini menjadi trending topic  diantara para pedagang. Dikios-kios manapun, semua membicarakannya, kecuali ‘si orang baru’ yang lagi-lagi tak mengetahui.
            Setelah pasar tutup, para pedagang berbondong-bondong menuju arah yang sama, tujuan yang sama yang tak lain rumah sang pengelola. Sesampainya di depan pagar rumah, mereka teriak memanggil-manggil sang pengelola yang dibarengi tuntutan bersama.
“kami juga mau jatah jualan lebih. Kami siap bayar”, sahut-sahutan para pedagang begitu kompak.
            Sang pengelola muncul dari balik pintu dengan wajah terkantuk-kantuk.
Bisa diatur!!!


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar