Kamis, 02 Oktober 2014


by : X cerpens

Malam tahun baru

    Malam itu, tepat 1 januari di tahun baru. Di saat semua orang seharusnya merayakan malam tahun baru dengan penuh keriangan, justru kota Makassar dilanda awan kelam. Bagaimana tidak, hujan yang turun sejak pagi, tak memberikan tanda jika akan berhenti walau sejenak. Semakin petang malah deras hujan semakin mengguyur.
    Hujan memang anugerah bagi petani, ketika musim tanam tiba. Tapi, bagi masyarakat kota sekelas Makassar, guyuran hujan ini tak ubahnya ruang isolasi. Hari ini libur, tapi tak seorang pun dapat keluar dari sangkarnya. Jalan-jalan utama mulai terendam air, lihat saja di sepanjang jalan AP. Pettarani dan jalan perintis kemerdekaan , air bahkan telah melewati mata kaki.  Tak terlihat kendaraan lalu lalang yang biasanya memadati hampir semua jalan utama kota. Hanya sesekali pete-pete melintas di jalan-jalan yang dipenuhi air hingga menciptakan bunyi desiran air akibat cipratan dari roda si biru  ini.
    Hingga magrib menjelang, hujan pun enggan tuk berhenti berjatuhan, menumpuk di setiap sudut kota. Mulai dari gorong-gorong, sungai, jalan, selokan hingga halaman rumah telah di invasi. Gelombang suara gemercik air pun mengalahkan suara-suara adzan yang berkumandang di setiap masjid. Bisa di hitung dengan jari saja, orang yang memberanikan diri menembus hujan untuk menghadap Tuhan dirumah suci-NYA. Mungkin hujan ini menjadi penghalang orang-orang untuk melangkahkan kaki keluar karena selain udara yang begitu menusuk hingga ke lapisan kulit epidermis, gumpalan air yang sudah mencapai lutut juga mengancam siapa pun yang tak ingin kaki mereka membeku kedinginan. 
    Warna-warni payung dan jas hujan, memberikan sedikit keriuhan diantara heningnya malam yang di dominasi butiran hujan.  Payung-payung itu, beberapa menuju ke warkop dan sebagian lagi justru menuju kearah supermarket. Ternyata, beberapa tempat seperti warkop dan tempat perbelanjaan tak ikut terendam air karena letaknya cukup tinggi sehingga air hujan tak ikut masuk. Hal itu menarik perhatian banyak orang, sehinnga tak heran jika didalamnya di sesaki oleh antrean manusia yang mencoba memenuhi kebutuhannya. Minuman panas di warkop laku keras, bahkan kursi yang tersedia tak mencukupi jumlah pelanggan. Ada pelanggan yang terpaksa memegang gelas kopi sambil berdiri di sudut tembok warkop. Kemeriahan juga tak kalah hebatnya dengan supermarket yang berada di samping warkop tersebut. Antrean belanja orang-orang yang sepertinya mulai kelaparan akibat dinginnya udara dan hujan yang berkepanjangan. Perut kosong telah memaksa berbagai orang untuk mencari sumber-sumber makanan. Di karenakan hampir sebagian toko dan rumah makan tutup karena direndam air, sehingga supermarket yang masih selamat ini bagai oase di tengah gurun pasir.
Sekalipun hanya camilan kripik dan susu cokelat sudah cukup untuk menemani ditengah hujan yang melanda.
     Dan tiba- tiba………………….. gelap……gelap…….. ada apa ini ?
Listrik padam. Lampu-lampu jalan tadinya terang benderang tiba-tiba hilang. Dalam sekejap kota Makassar  telah ditelan kegelapan. Kawanan orang yang berada di supermarket sontak terdiam. Tak ada satupun yang bergerak. Kasir pun yang tadinya sibuk menghitung daftar harga belanjaan, diam mematung.
Ciiiiikk…ciiiiikk……ciiiiikk…….!!! Ini bukan suara jangkrik, tapi bunyi gerigi korek gas yang coba di nyalakan salah satu pelanggan berambut gondrong. Sepertinya ia mahasiswa angkatan lama yang sedang membeli rokok. Ketika seberkas cahaya dari korek itu menyinari wajah para pelanggan, semuanya tampak saling bertatap-tatapan. Entah mereka saling kenal atau tidak. Suara tangis bocah perempuan terdengar dari balik rak bertumpuk susu, memecah  keheningan.  Ibunya pun ikut-ikutan teriak histeris sambil menggendong anaknya. 
    Ada apa lagi ini ?????
Suasana berubah panik luar biasa. ditengah gelap, orang-orang saling bertabrakan berebut keluar dari supermarket itu. Walaupun hujan di luar justru makin ganasnya membanjiri kota. Di tambah lagi, angin malah bertiup makin kencang yang pastinya siapa pun yang merasakannya akan menggigil seketika.
Tak ada yang terbakar di dalam supermarket, perampok pun belum terlihat aksinya. Usut punya usut, air hujan ternyata telah membanjiri seisi supermarket. Saking derasnya , orang yang mencoba keluar dapat terdorong kembali karena air bah yang masuk ke supermarket itu.
“minggir, minggir, minggir”.
“tolong biarkan saya  keluar duluan, saya  bawa anak kecil”.
“heyy, jangan dorong-dorong, santai saja”.
    Teriakan seperti itu semakin menggema di dalam supermarket. sedang air semakin meninggi, tak ada satupun orang yang mau mengalah untuk keluar. Beberapa karyawan berlari menuju lantai 2 yang diikuti pelanggan lain. Setidaknya, tempat itu aman untuk beberapa saat. Ketinggian air sudah mencapai pinggang orang dewasa.
Kota Makassar benar-benar lumpuh total. Jalan-jalan yang gelap, penuh  genangan  air, tiupan angin kencang serta hujan yang terus mengguyur menjadi fenomena yang terjadi secara bersamaan.  Desas-desus mulai menyebar. Di beberapa titik di kota Makassar berjatuhan banyak korban akibat sengatan listrik dari  tiang listrik yang tumbang (ini terjadi sejam sebelum listrik padam) . Belum lagi korban  yang tenggelam dan hanyut terbawa banjir utamanya pemukiman di sekitar sungai yang ketinggian air mencapai 2,5 meter. Kebakaran juga terjadi di beberapa hotel besar  hingga menyebabkan kepanikan para penghuni kamar . menurut saksi mata, api berasal dari tegangan arus pendek. korban pun semakin bertambah.
 Perahu karet maupun kayu milik warga ataupun tim penyelamat mulai bermunculan.  Sebagian warga mencoba menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi. ada yang keatap rumah, ada pula yang memilih ruko untuk berteduh. 
Tapi, tidak semua orang berniat untuk mencari tempat aman. Sekelompok anak muda justru memanfaatkan keadaan untuk menjarah toko sembako dan perhiasan. Tak jarang perlawanan dilakukadn oleh pemilik toko demi melindungi harta miliknya. Berbagai senjata tajam digunakan untuk melindungi diri. Ada yang memakai badik, katana, busur , bahkan senjata api. Suasana chaos  pun terjadi. Perang-perangan antar pemilik toko dengan perampok semakin sengit. Belum lagi, perebutan tempat untuk berlindung dari banjir yang jumlahnya sedikit, sedang yang membutuhkan begitu banyak. Akhirnya, hukum rimba berlaku. Yang kuat yang menang. Tak ada yang mau mengalah. Semua memiliki kepentingan masing-masing. Pemerintah setempat kelabakan mengatasi masalah banjir yang terjadi secara spontan ini. Bantuan logistic dan tenda-tenda darurat terlambat di salurkan ke warga. Mereka yang marah dan kecewa kepada kinerja pemerintah melakukan aksi pengrusakan ke kantor-kantor pemerintah, diantaranya malah di bakar.
“bakar, bakar, ayo bakar semuanya”,  Teriak warga.
 Polisi yang mencoba meredam aksi, justru malah menjadi sasaran kemarahan warga. Polisi yang tak terima, membalas dengan tembakan  gas air mata dan peluru karet kearah warga. Keadaan malah semakin kacau. lemparan batu dan suara tembakan sudah seperti bunyi kembang api disetiap perayaan tahun baru.
     Dilaporkan juga, telah terjadi serangan dari sekawanan buaya yang entah dari mana datangnya. Mungkin buaya-buaya itu berasal dari muara dan rawa yang banyak ditimbun untuk dijadikan pemukiman dan kos-kosan. Sepertinya kawanan buaya ini sudah lama tak makan enak karena habitat mereka telah dirampas sehingga ketika mendapati manusia yang hanyut atau berada di atas perahu, dengan penuh nafsu dan sedikit balas dendam, buaya-buaya itu menyerang dan melahap para manusia malang itu sambil berseru :
“malam ini kita pesta  besar-besaran”.
    Suara tangisan, jeritan, ketakutan, marah , benci, terdengar dimana-mana.
Hingga pagi menjelang dan mentari mulai menampakkan wajahnya. Hujan telah reda, banjir mulai surut. Tak terdengar suara apapun.tak ada satupun manusia terlihat. Semuanya hening, seolah tak terjadi apa-apa. Yang tersisa hanyalah genangan air merah dan tumpukan sampah.
    Dan Tahun baru pun telah tiba……….

Minggu subuh,14 september 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar